Sabtu, 02 Januari 2010

Khasiat Lidah Buaya (ALOEVERA)

Selain menyuburkan rambut, lidah buaya juga dikenal berkhasiat untuk mengobati sejumlah penyakit. Di antaranya diabetes melitus dan serangan jantung.
Lidah buaya atau Aloevera adalah salah satu tanaman obat yang berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit. Tanaman ini sudah digunakan bangsa Samaria sekitar tahun 1875 SM.
Bangsa Mesir kuno sudah mengenal khasiat lidah buaya sebagai obat sekitar tahun 1500 SM. Berkat khasiatnya, masyarakat Mesir kuno menyebutnya sebagai tanaman keabadian.
Seorang peracik obat-obatan tradisional berkebangsaan Yunani bernama Dioscordes, menyebutkan bahwa lidah buaya dapat mengobati berbagai penyakit. Misalnya bisul, kulit memar, pecah-pecah, lecet, rambut rontok, wasir, dan radang tenggorokan.
Dalam laporannya, Fujio L. Panggabean, seorang peneliti dan pemerhati tanaman obat, mengatakan bahwa keampuhan lidah buaya tak lain karena tanaman ini memiliki kandungan nutrisi yang cukup bagi tubuh manusia. Hasil penelitian lain terhadap lidah buaya menunjukkan bahwa karbohidrat merupakan komponen terbanyak setelah air, yang menyumbangkan sejumlah kalori sebagai sumber tenaga.
Makanan Kesehatan
Menurut seorang pengamat makanan kesehatan (suplemen), Dr. Freddy Wilmana, MFPM, Sp.FK, dari sekitar 200 jenis tanaman lidah buaya, yang baik digunakan untuk pengobatan adalah jenis Aloevera Barbadensis miller. Lidah buaya jenis ini mengandung 72 zat yang dibutuhkan oleh tubuh.
Di antara ke-72 zat yang dibutuhkan tubuh itu terdapat 18 macam asam amino, karbohidrat, lemak, air, vitamin, mineral, enzim, hormon, dan zat golongan obat. Antara lain antibiotik, antiseptik, antibakteri, antikanker, antivirus, antijamur, antiinfeksi, antiperadangan, antipembengkakan, antiparkinson, antiaterosklerosis, serta antivirus yang resisten terhadap antibiotik.
Mengingat kandungan yang lengkap itu, lidah buaya menurut Dr. Freddy bukan cuma berguna menjaga kesehatan, tapi juga mengatasi berbagai penyakit. “Misalnya lidah buaya juga mampu menurunkan gula darah pada diabetesi yang tidak tergantung insulin. Dalam waktu sepuluh hari gula darah bisa normal,” katanya.
Mengandung Antioksidan
Menurut Dr. Freddy, beberapa unsur mineral yang terkandung dalam lidah buaya juga ada yang berfungsi sebagai pembentuk antioksidan alami. Misalnya vitamin C, vitamin E, dan zinc.
“Bahkan hasil penelitian yang dilakukan ilmuwan asal Amerika Serikat menyebutkan bahwa dalam Aloevera barbadensis miller terdapat beberapa zat yang bisa berfungsi sebagai antioksidan,” ujarnya. Antioksidan itu berguna untuk mencegah penuaan dini, serangan jantung, dan beberapa penyakit degeneratif.
Lidah buaya bersifat merangsang pertumbuhan sel baru pada kulit. Dalam lendir lidah buaya terkandung zat lignin yang mampu menembus dan meresap ke dalam kulit. Lendir ini akan menahan hilangnya cairan tubuh dari permukaan kulit. Hasilnya, kulit tidak cepat kering dan terlihat awet muda.
Selain wasir, lidah buaya bisa mengatasi bengkak sendi pada lutut, batuk, dan luka. Lidah buaya juga membantu mengatasi sembelit atau sulit buang air besar karena lendirnya bersifat pahit dan mengandung laktasit, sehingga merupakan pencahar yang baik.
Sejauh ini, menurut Dr. Freddy, penelitian belum menemukan efek samping penggunaan lidah buaya. Jika ada masalah, itu hanya berupa alergi pada mereka yang belum pernah mengonsumsi lidah buaya. “Tapi, sejauh ini dari pasien saya yang mengonsumsi suplemen berbahan dasar lidah buaya, reaksi yang muncul adalah karena daya kerja obat yang melawan penyakit,” katanya.
Namun, yang perlu diingat, menurut Dr. Freddy, sifat tanaman lidah buaya hampir mirip dengan buah apel yang bila habis digigit langsung berwarna cokelat. Hal itu bisa menjadi tanda lidah buaya telah teroksidasi, sehingga beberapa zat yang dikandungnya rusak.
“Memang tidak semua unsurnya rusak, tapi siapa yang mau hanya mendapat ampas? Karena itu, sebaiknya segera konsumsi ramuan lidah buaya, baik yang diracik atau yang sudah diolah, agar lebih terasa manfaatnya,” lanjutnya.
Ramuan Lidah Buaya
Radang tenggorokan
Cara Meramu: 1 daun lidah buaya dicuci dan dikupas. Isinya dipotong-potong atau diblender. Tambahkan 1 sendok makan madu murni. Minum 3 kali sehari.
Ambeien
Cara Meramu: Setengah (1/2) batang daun lidah buaya dibuang durinya, dicuci, lalu diparut. Beri setengah (1/2) gelas air panas, kemudian peras. Tambahkan 2 sendok makan madu. Dalam keadaan hangat, minum 3 kali sehari.
Sembelit
Cara Meramu: Setengah (1/2) batang daun lidah buaya dicuci dan dikupas. Isinya dipotong kecil-kecil. Seduh dengan setengah (1/2) gelas air. Beri 1 sendok makan madu. Hangat-hangat dimakan 2 kali sehari.
Diabetes melitus
Cara Meramu: 2 batang daun lidah buaya, dicuci, dibuang durinya, dipotong-potong. Rebus dengan 3 gelas air, lalu saring. Minum 3 kali sehari sesudah makan, masing-masing setengah gelas.
Penurun kadar gula darah
Cara Meramu: 1 pelepah lidah buaya ukuran besar (kira-kira seukuran telapak tangan) dibersihkan dengan mengupas kulit dan durinya. Rendam sekitar 30 menit dalam air garam. Remas sebentar lalu bilas di bawah air yang mengalir (air kran). Rebus dengan 3 gelas air hingga mendidih. Dinginkan. Minum sebanyak 1/2 gelas, 2 sampai 3 kali sehari.
Penyubur rambut
Cara Meramu: 2 pelepah lidah buaya dicuci lalu kupas. Isinya digosokkan pada kulit kepala yang telah dikeramas pada sore hari. Bungkus dengan kain. Keesokan harinya rambut dibilas. Lakukan setiap hari selama 3 bulan.
Batuk (yang membandel)
Cara Meramu: 20 g daun lidah buaya dicuci, dikupas, dipotong-potong. Beri 2 sendok makan madu murni. Minum 2 kali sehari. Ulangi selama 10 hari.

http://www.resep.web.id/obat/khasiat-lidah-buaya-aloevera.htm

Manfaat dari Jahe

SEJAK ratusan tahun lalu, jahe telah dikenal sebagai tanaman yang sangat kaya akan manfaat, baik sebagai rempah atau bumbu maupun sebagai ramuan obat.  Tumbuhan yang memiliki nama ilmiah Zingiber officinale Roscoe ini aslinya berasal dari Asia Pasifik, menyebar dari India sampai Cina. Tak sulit untuk menemukan jahe karena tanaman ini sekarang banyak digunakan di antaranya sebagai bumbu masak, pemberi aroma berbagai makanan dan minuman serta bahan obat-obatan tradisional.
Khusus sebagai obat, khasiat jahe sudah dikenal turun-temurun di  antaranya sebagai pereda  sakit kepala, batuk, masuk angin.  Jahe juga kerap digunakan sebagai obat untuk meredakan gangguan saluran pencernaan, rematik, obat antimual dan mabuk perjalanan, kembung, kolera, diare, sakit tenggorokan, difteria, penawar racun, gatal digigit serangga, keseleo, bengkak, serta memar.
Berbagai referensi juga menyebutkan bahwa jahe dapat mencegah dan mengobati sejumlah penyakit seperti  luka bakar, sakit kepala, migren, menurunkan kadar kolesterol, rematik, tukak lambung, antidepresi, hingga impotensi. Meski begitu, semua khasiat jahe tersebut masih belum cukup bukti, sehingga perlu dilakukan uji secara ilmiah pula.
Sejauh ini, hasil uji farmakologi menunjukkan bahwa jahe memiliki beberapa aktivitas sebagai antiradang. Uji laboratorium memperlihat bahwa ekstrak jahe dalam air panas menghambat aktivitas lipoksigenase dan siklooksigenase sehingga menurunkan kadar prostaglandin dan leukotriena (mediator inflamasi).
Riset di Cina melaporkan bahwa pada ratusan penderita rematik dan sakit punggung kronis yang disuntik 5 – 10% ekstrak jahe memperoleh efek pengurangan rasa sakit, menurunkan pembengkakan tulang sendi. Pemberian secara per oral serbuk jahe pada penderita rematik dan musculoskeletal dilaporkan menurunkan rasa sakit dan pembengkakan.
Jahe juga berkhasiat sebagai antimuntah dan dapat digunakan para ibu hamil mengurangi morning sickness. Penelitian menunjukkan bahwa jahe sangat efektif menurunkan metoklopamid senyawa penginduksi mual dan muntah. Menurut German Federal Health Agency,  jahe efektif untuk mengobati gangguan pencernaan dan pencegahan gejala motion sickness.
Jahe mengandung dua enzim pencernaan yang penting dalam membantu tubuh mencerna dan menyerap makanan. Pertama, lipase yang berfungsi memecah lemak dan kedua adalah protease yang berfungsi memecah protein.
Jahe juga sekurangnya mengandung 19 komponen bio-aktif yang berguna bagi tubuh. Senyawa kimia pada jahe adalah di antaranya minyak atsiri yang terdiri dari senyawa-senyawa seskuiterpen, zingiberen, bisabolena, zingeron, oleoresin, kamfena, limonen, borneol, sineol, sitral, zingiberal, felandren. Di samping itu, terdapat juga sagaol, gingerol, pati, damar, asam-asam organik seperti asam malat dan asam oksalat, Vitamin A, B, dan C, senyawa- senyawa flavonoid dan polifenol.
Salah satu komponen yang paling utama yakni gingerol bersifat  antikoagulan, yaitu mencegah penggumpalan darah.  Jadi dengan begitu jahe mampu mencegah  tersumbatnya pembuluh darah, penyebab utama stroke, dan serangan jantung. Gingerol diperkirakan juga membantu menurunkan kadar kolesterol.

Sumber : http://kompas.co.id/read/xml/2008/02/22/14250312/jahe.si.antimual.penghilang.morning.sickness.

Larangan Merokok di Jakarta

Sumber :

Pemprov DKI Jakarta

Jl. Merdeka Selatan 8-9 Blok F Lt. 3 Jakarta

Indonesia

Telp. +62 21 3822988, 3504076; Fax. 3504076

 

Larangan Merokok Diberlakukan 1 Januari 2006

Mulai tahun 2006, warga yang memiliki kegemaran merokok tidak dapat lagi melakukan hobinya itu di sembarangan tempat. Pasalnya, mulai 1 Januari 2006, Peraturan Gubernur (Pergub) tentang larangan merokok di tempat umum akan diberlakukan. Hal tersebut dikatakan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso kepada wartawan di Balai Kota, Selasa (18/10).

Berdasarkan Pergub 75 Tahun 2005 Tentang Kawasan Dilarang Merokok, para perokok di tempat umum akan dikenakan sanksi berupa kurungan enam bulan atau denda maksimal Rp 50 juta.

Mantan Pangdam Jaya itu memberikan waktu 3 bulan kepada pengelola gedung baik swasta maupun negeri untuk menyediakan ruangan khusus merokok bagi para perokok. "Kita berikan
waktu 3 bulan. Nanti setelah itu kita lakukan operasi," kata Sutiyoso.
  
Sutiyoso akan menindak tegas para pengelola gedung yang sampai 31 Desember 2005 belum membangun ruangan khusus merokok bagi perokok. "Pergub yang telah dibuat harus dilaksanakan secara konsisten tanpa pandang bulu," ungkap Sutiyoso.
 
Sebagai implementasi awal Pergub 75/2005, BPLHD telah mengirin surat Gubernur DKI Jakarta kepada 89 pengelola gedung di tiga lokasi di kawasan Monas, Thamrin dan Sudirman. "Jumlah pengelola gedung yang telah mengisi dan mengembalikan formulir partisipasi sebanyak 31 pengelola," ujar Kepala BPLHD DKI Kosasih Wirahadikusumah, Selasa (18/10).
  
Pasal 13 ayat 1 peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2005 menyebutkan tempat umum, sarana kesehatan dan tempat kerja yang secara spesifik sebagai tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah dan angkutan umum dinyatakan sebagai kawasan dilarang merokok.

Sedangkan pasal 24 ayat 1 menyebutkan pengelola gedung bertanggung jawab terhadap kualitas udara di dalam ruangan yang menjadi kawasan umum. "Dan ayat 2 menyebutkan bahwa pengelola gedung umum wajib mengendalikan pencemaran udara di dalam ruangan, parkir kendaraan bermotor," katanya Kosasih.

Kosasih menambahkan, adapun partisipasi pengelola gedung dalam hal pengendalian pencemaran udara dalam bentuk penyediaan ruang khusus merokok, penyediaan exhaust fan dalam ruangan khusus untuk merokok, pemasangan tanda larangan merokok di sembarang tempat, pemasangan tanda arah menuju ruangan khusus untuk merokok dan pelarangan merokok di seluruh area gedung.
  
"Sosialisasi yang dilaksanakan pada hari ini diikuti oleh 60 pengelola gedung yang terdiri dari pengelola gedung kawasan Monas 22 pengelola, Thamrin 13 pengelola dan Sudirman 27 pengelola.

Pada kesempatan yang sama Sekretaris Daerah (Sekda) Ritola Tasmaya mengimbau agar pelaksanaan Pergub 75/2005 akan mulai efektif berlaku Januari 2006 mendatang. "Kita dalam
menerapkan sebuah aturan selalu mengkaji terlebih dulu apakah peraturan itu bisa di jalankan
atau tidak lalu baru gubernur menanda tangani SK ini. Kita telah berkoordinasi dengan Dirjen POM dan pihak kepolisian untuk bisa melaksanakan Pergub ini," tegasnya.

Sekda mengatakan, pelaksanaan Pergub 75/2005 tentang kawasan dilarang merokok dimaksudkan bukan untuk melarang orang merokok di tempat umum. "Yang dilarang adalah merokok di dalam ruangan," jelasnya. Sedangkan tujuannya, kata Ritola yaitu bagaimana warga Ibukota khsusunya para perokok dapat merubah perilaku seperti tidak merokok di sembarang tempat dan lebih toleransi kepada yang tidak merokok.


http://pbasari.multiply.com

Tips Mengatasi Bau Mulut




drg. Martha Mozartha
Liputan6.com, Jakarta: Setiap orang pasti pernah mengalami saat-saat bau mulut mengganggu aktivitasnya sehari-hari. Apakah dia sedang begadang lembur, cepat-cepat ke kantor sehingga lupa sikat gigi, atau memang memiliki keadaan di mana bau mulut sering timbul karena keadaan-keadaan di sekitar mulut. Infeksi pada gigi, keganasan pada mulut, abses pada daerah sekitar mulut, konsumsi makanan yang banyak minyak dan lemak, serta gangguan pada sistem metabolisme tubuh dapat mengakibatkan bau mulut.

Di Indonesia, kita mengenalnya dengan istilah napas yang bau atau bau mulut. Sedangkan di dalam bahasa kedokteran lebih dikenal dengan istilah halitosis. Keadaan ini dapat terjadi pada semua orang setiap saat.

Gangguan ini seringkali disepelekan oleh banyak orang. Padahal halitosis yang cukup berat dapat mengganggu kehidupan sosial, personal, dan profesional seseorang. Sebab, kesan pertama yang ditimbulkan pada orang- orang di sekitar akan mempengaruhi penilaian terhadap diri seseorang hingga akhir.

Kondisi dapat bertambah parah ketika penderita bau mulut atau halitosis kurang atau tidak menyadari sama sekali dirinya memiliki bau mulut. Biasanya penderita baru menyadarinya saat seorang kolega, teman, atau keluarga memberitahunya. Hal ini dapat memberikan efek yang berat pada seseorang. Seperti turunnya rasa percaya diri, sering memeriksa bau mulutnya, was-was dan cenderung meyakinkan dirinya bahwa napasnya tidak bau meskipun masalah itu sudah hilang.

Beberapa penyebab bau mulut pada umumnya dapat dicegah dan dihindari. Tetapi pada sebagian penderita bau mulut yang berat, hingga kini para peneliti dan dokter gigi belum dapat mengetahui penyebab langsung masalah dari bau mulut ini. Seringkali bau mulut yang berat disebabkan lebih dari satu hal dan sering kali penyebabnya kompleks. Menyikat gigi dua kali sehari adalah hal yang harus selalu dilakukan. Berikut ini adalah beberapa hal yang dapat mengakibatkan bau mulut yang dapat kita hindari:

• Mengonsumsi makanan yang banyak mengandung minyak, lemak, MSG, dan bumbu penyedap yang berlebihan.
• Minuman berakohol atau kebiasaan merokok dapat menyebabkan bau mulut sementara.
• Kebiasaan kurang berolahraga, stres yang berat, dan dehidrasi.
• Kurang menjaga higiene gigi dan gusi.
• Kebiasaan menyikat gigi hingga berdarah.
• Penyakit-penyakit di sekitar gigi.

Beberapa tips untuk mencegah bau mulut adalah menyikat gigi secara teratur, menggunakan dental floss untuk membersihkan daerah-daerah yang tidak dapat dijangkau sikat gigi, menggunakan obat kumur jika diperlukan, membersihkan lidah, dan untuk keadaan-keadaan penting sediakanlah selalu spray mulut atau permen penyegar mulut dalam tas Anda.

Hindari makanan yang dapat menyebabkan bau mulut seperti bawang, petai, dan makanan yang manis. Jika beberapa langkah di atas belum dapat juga mengatasi masalah gusi Anda, diskusikanlah dengan dokter atau dokter gigi Anda untuk hasil yang lebih baik.(LUC)

http://kesehatan.liputan6.com/tips/

Belajar Menulis Pantun – Dari Catatan Sekolah

Pantun merupakan salah satu karya sastra Melayu yang sampai sekarang masih dikembangkan. Kata pantun mempunyai arti ucapan yang teratur, pengarahan yang mendidik. Pantun juga dapat berarti sindiran.
Zaman dahulu, pantun digunakan sebagai bahasa pengantar atau bahasa pergaulan.
Pantun dikenal di berbagai daerah, namun dengan nama yang berbeda. Di Jawa Tengah dikenal dengan parikan, di Toraja dikenal bolingoni, di Jawa Barat dapat ditemukan pantun dalam bentuk nyanyian doger, di Surabaya ludruk , di Banjarmasin tirik dan ahui ,
gandrung di Banyuwangi, dan di Makassar kelong-kelong. Selain merupakan ungkapan
perasaan, pantun dipakai untuk menghibur orang.
1. Ciri-ciri pantun
Pantun memiliki ciri-ciri tersebut, antara lain:
a. mempunyai bait dan isi,
b. setiap bait terdiri atas baris-baris,
c. jumlah suku kata dalam tiap baris antara delapan sampai dua belas,
d. setiap bait terdiri atas dua bagian, yaitu sampiran dan isi.
    Contoh: Pantun dua baris Anjing hutan suka melolong (sampiran) Jangan suka bicara bohong (isi) Pintu diketuk ada tamu (sampiran) Rajin membaca bertambah ilmu (isi) Pantun empat baris Desa sawah mulai menghijau (sampiran) Di tengah ada pematang (sampiran) Apa arti bertindak maju  (isi) Kalau tanpa pemikiran matang  (isi)
e. Bersajak ab ab
2. Bentuk dan jenis pantun
Pantun yang sering dipakai adalah pantun dua baris dan empat baris. Bentuk pantun bermacam-macam, misalnya: pantun anak-anak, pantun jenaka, pantun suka cita, pantun kiasan, pantun nasehat, pantun duka cita, pantun budi pekerti, pantun agama, dan lain-lain.
    Contoh: Pantun anak Enak nian buah belimbing Mencari ke pulau sebrang Main bola ada pembimbing Binatang apa berhidung panjang? Pantun jenaka Orang mudik bawa barang Pakai kain jatuh terguling Kamu senang dilirik orang Setelah sadar ternyata juling Indah nian sinar mentari Purnama datang tak berbelah Melihat orang malas berlari Ternyata sandal tinggi sebelah Pantun sukacita Gurih nian ikan gurami Tambah nikmat dengan kacang Alangkah senang hati kami Panen raya telah datang Pantun kiasan Luas nian samudra raya Pagi-pagi nelayan melaut Tak berguna memberi si kaya Bagai menebar garam di laut Pantun nasihat Jalan-jalan ke Semarang Bawa bandeng tanpa duri Belajar mulai sekarang Untuk hidup kemudian hari Pantun dukacita Beras miskin disebut raskin Yang mendapat tak semua Aku ini anak miskin Harta benda tak kupunya Pantun budi pekerti Siapa yang tak simpatik Melihat bunga dahlia Kulit putih berwajah cantik Sudah ayu berhati mulia Pantun agama Minum susu di pagi hari Tambah nikmat tambah cokelat Pandai-pandai membawa diri Siapa tahu kiamat sudah dekat

3. Pantun berbalas
Pantun berbalas adalah pantun yang dimainkan dua kelompok. Kelompok tersebut dapat dikembangkan menjadi kelompok “pro” dan “kontra” atau kelompok gadis dan kelompok jejaka.
Jumlah anggota per kelompok tiga sampai lima orang. Berbalas pantun dipimpin oleh seorang moderator yang bertugas untuk menengahi permainan. Setiap sesi berbalas pantun harus mempunyai tema. Urutan berbalas pantun terdiri atas pembukaan, isi, dan penutup.
Dari Buku sekolah

http://dahlanforum.wordpress.com/

Jumat, 01 Januari 2010

TEKNIK PEMBUATAN PUISI

MENULIS PUISI ITU GAMPANG?
Oleh Maroeli Simbolon, S.Sn
Sumber: www.sinarharapan.com

bulan di atas kuburan
Demikian isi puisi ”Malam Lebaran” karya Sitor Situmorang. Puisi sebaris, teramat pendek, dan sederhana yang menimbulkan polemik. Di antaranya, banyak bersuara nyinyir, ”Cuma sebegitukah menulis puisi? Sesederhana itukah puisi? Berarti, gampang menulis puisi -- tak perlu sampai ‘berdarah-darah’ dan samedhi.” Benarkah demikian?
Bagi penyair, puisi adalah kebanggaannya, aliran darahnya, pelepasan ekspresinya, kepribadiannya, ciri khasnya, napas hidupnya – bahkan, sarana mencari sesuap nasi. Penyair menjadi mati – disebut tak berkarya – jika tidak menulis puisi. Sekian banyak kredo yang disampaikan penyair untuk menguatkan puisi -- seperti kredo Sutan Takdir Alisyabana, Chairil Anwar, dan Sutardji Calzoum Bachri; dan bejibun arti yang dikemukakan para ahli mengenai puisi, tetapi bagi orang awam, puisi adalah puisi – barisan kata dan kalimat yang mempunyai bait, rima, irama, dan sebagainya. Artinya, puisi tidak sepenting doa atau kitab suci.
***
Suatu malam, di salah satu kafe di Taman Ismail Marzuki, Sutardji Calzoum Bachri membenarkan bahwa menulis puisi itu gampang. ”Bahkan, apa pun bisa ditulis jadi puisi,” katanya. Wah!

Sesekali menyeruput teh manis yang mulai dingin, penyair yang sudah meninggalkan gaya mabok ini menjelaskan, segala kejadian yang ada, baik di sekitar maupun jauh dari kita, dapat ditulis menjadi puisi. Juga, peristiwa yang terjadi sesaat, seperti tabrakan kereta, pesawat jatuh, bom meledak, bisa dijadikan puisi. Sebab, puisi tak jauh beda dengan tulisan-tulisan lainnya, seperti laporan wartawan atau berita yang tertulis di koran, mengenai politik, sosial, ekonomi, demonstrasi. ”Sehingga ada penyair yang cuma memanfaatkan peristiwa-peristiwa tertentu untuk menulis puisi,” katanya.
Banyak yang terkejut dan meragukan pendapatnya ini. Meski Tardji diakui sebagai presiden penyair, bukan berarti perkataan presiden adalah sabda atau firman – yang tidak ada salah atau cacatnya. Lalu, ia menunjuk sepotong koran yang tergeletak di atas meja seraya menjelaskan bahwa berita-berita itu dapat menjadi puisi bila dibacakan dengan teknik puisi.
Serta merta saya tertarik, meraih koran itu dan membaca sepenggal beritanya, dengan artikulasi dan intonasi membaca puisi. Apa yang terjadi? Tardji tersenyum. Dan teman-teman seniman memperhatikan dengan mangut-mangut. Merasa belum cukup, saya membaca dua lembaran besar menu makanan dan minuman yang tergantung di dinding kafe itu dengan artikulasi dan intonasi yang sama dalam pembacaan puisi:
Nasi Goreng Es Campur
Pecel Lele Wedang Jahe
Soto Babat Es Jeruk
Ikan Bakar Kopi Susu
Sate Kambing Jus Nenas

Mendengar itu, Tardji tertawa. Dan teman-teman seniman bertepuk tangan. Sebaliknya, ingatan saya segera tertuju kepada dua penyair muda berbakat besar, yang mengekspresikan pendapat Tardji ini – dengan pendekatan lain. Yonathan Rahardjo sering menulis puisi dengan memasukkan jenis-jenis makanan dan minuman masyarakat kita sehari-hari, seperti ketupat, lepat, peyek, bandrek, pisang goreng.
Lebih ekstrem lagi Saut Sitompul, penyair yang baru saja pulang ke haribaanNya, berhasil menulis apa pun jadi puisi, bahkan menganjurkannya. Seperti isi salah satu puisinya:
ada daun jatuh, tulis/ada belalang terbang, tulis…
Jadi, benarkah segala sesuatu (persoalan) dapat dijadikan puisi? Tak perlukah bersusah payah menulis puisi? Tak perlukah merenung di gunung dan berpuasa setahun untuk membuat puisi? Tak perlukah perenungan, pendalaman dan pemadatan makna?
Tergantung pencipta puisi itu sendiri. Tetapi, siapa yang keberatan, jika apa saja yang dilihat, didengar, dirasa, dialami, lalu ditulis dengan bentuk puisi, lalu dinobatkan sebagai puisi? Jika semua masalah ditulis dengan berbentuk bait puisi, adakah yang melarang? Itu hak asasi seseorang. Hak berpendapat. Hak berekspresi. Hak berkarya. Bila akhirnya puisi yang dihasilkan itu dianggap tak berguna, ya, terserah. Jika pun orang-orang menganggap rada gila, ya, biarkan saja. Bukankah penyair besar sering bertingkah aneh-aneh, misalnya mabok bir, bawa kapak, buka baju dan bergulingan di atas panggung kala baca puisi? Lagi pula, entah apa dasar hukumnya, untuk dapat diakui penyair, seseorang harus berani bertindak rada gila; seperti teriak-teriak di keramaian, baca puisi di atas pohon? Semuanya demi puisi, demi puisi. Demikian anehkah puisi?
***
Banyak jalan menuju Roma. Beribu cara untuk menciptakan puisi. Salah satu kiat jitu yang kerap diakui (baik tua maupun muda dan pemula) adalah jatuh cinta. Bukankah orang yang sedang kasmaran gampang menulis puisi? Seperti puisi ”Surat Cinta” Rendra, berikut ini:
Engkau adalah putri duyung
tergolek lemas
mengejap-ngejapkan matanya yang indah
dalam jaringku.

Jadi, dengan menumpahkan isi hati di atas secarik kertas dengan kata-kata indah dan terpilih, tulisan akan menjelma puisi. Atau, silakan tulis surat cinta dengan kalimat-kalimat berbunga, dengan bentuk larik dan bait puisi, ya, dapat juga disebut puisi. Artinya, semakin sering jatuh cinta, tentu semakin terangsang untuk menulis puisi lebih banyak. Semakin banyak jatuh cinta, semakin banyak stock puisi yang akan tersedia.
Berarti, puisi itu dapat dihasilkan oleh siapa pun, yang bukan penyair? Benar. Siapa pun boleh menulis puisi -- tidak sebatas penyair semata. Tidak ada syarat atau batasan tertentu untuk dapat menulis puisi. Pencopet, penodong, pedagang asongan, petani, polisi, politikus, penipu, penjudi, pengusaha menengah, bankir, konglomerat, pengamen, boleh menulis puisi, tak ada larangan atau kutukan. Tak perlu takut dan frustasi. Puisi itu bukan kuntilanak atau momok hitam yang menakutkan. Jadi, tulislah puisi semampu dan seluas jangkauan dan wawasan.
Jika puisi yang ditulis dinilai orang jelek, tak perlu berduka dan frustasi. Terus saja menulis puisi, meski belum memenuhi kaidah-kaidah puitis. Ciptakan terus, tanpa henti – toh masih ada hari esok menanti untuk puisi yang (mungkin) lebih baik. Sejelek apa pun puisi yang dibuat, kata Tardji, tetap saja puisi. Tetapi, silakan renungkan sendiri, termasuk kategori puisi apa? Puisi asal jadi? Puisi basi? Adakah berisi tanda? Atau sekadar corat-coret penumpahan isi hati?
Ingat, puisi bukan alat propaganda, bukan sarana pelepasan kegalauan, bukan pula tong sampah unek-unek.
***
Meski bahasa puisi dan bukan puisi terasa cair; sesungguhnya puisi, sesederhana apa pun, harus penuh dengan ambiguitas dan homonim, penuh dengan asosiasi, memiliki fungsi ekspresif, menunjukkan nada dan sikap—mengutamakan tanda. Masalah ini dipertegas Rene Wellek & Austin Warren, bahasa puisi penuh pencitraan, dari yang paling sederhana sampai sistem mitologi (1993:20). Sementara Sapardi Djoko Damono memberi pengertian lebih sederhana, bahwa puisi adalah ”ingin mengatakan begini, tetapi dengan cara begitu.”
Jika demikian, puisi yang tidak dipenuhi tanda, belum layak disebut puisi? Ingat pendapat Tardji, tetap puisi. Tetapi puisi sesaat; sekali cecap langsung tak bermanfaat. Puisi donat. Seperti puisi yang dibuat anak kelas empat SD, tetap saja disebut puisi. Itu pula alasan Tardji membagi puisi berdasarkan fungsinya. Jika seseorang menulis puisi untuk kebutuhan sesaat, ya, cuma sebatas itu manfaatnya. Puisi itu akan segera tersapu angin dan hujan. Sebaliknya, jika puisi diciptakan berdasarkan perenungan mendalam, tanpa dipengaruhi kebutuhan apa pun, akan menjadi puisi sejati. Contohnya puisi-puisi Chairil Anwar. ”Maka, sangat disayangkan, bila ada penyair yang menulis puisi dengan memanfaatkan peristiwa-peristiwa tertentu,” imbuhnya.
Sekilas pendapat ini bertentangan dengan kesimpulan Wellek & Warren, bahwa tipe-tipe puisi harus memakai paradoks, ambiguitas, pergeseran arti secara konstektual, asosiasi irasional, memperkental sumber bahasa sehari-hari, bahkan dengan sengaja membuat pelanggaran-pelanggaran. Tetapi, bila dicermati, pendapat Tardji lebih mudah dimengerti dan lebih menegaskan atas keluhan penyair-penyair muda, ”Ada juga puisi pesanan. Puisi yang ditulis oleh penyair untuk kebutuhan, momen atau acara tertentu dengan bayaran tertentu pula.”
Bertitik tolak dari pendapat ini, berarti menulis puisi teramat sulit-lit. Tidak cukup dengan mengamati peristiwa-peristiwa yang ada. Menulis puisi harus penuh perenungan, mendasar dan berdasar. Bahkan, terkadang harus mengalami trance. Apa yang dilihat, didengar, dirasa, dialami, tidak serta merta dapat dijadikan puisi, melainkan harus dikaji, diendapkan, direnungkan secara mendalam. Untuk menulis sebuah puisi saja, sering penyair harus melalui proses sepekan, setahun, sepuluh tahun. Itu pula sebabnya, bila dibandingkan dengan karya seniman lain, sepertinya daya kreativitas penyair dalam berkarya sangat tertinggal jauh. Sebab, setiap penyair (sejati), meski telah berkarya secara maksimal seumur hidupnya, tak dapat menghasilkan seabrek puisi. Bahkan, tak sedikit penyair seumur hidupnya cuma mampu menulis beberapa puisi, misalnya Toto Sudarto Bachtiar, Subagio Sastrowardoyo, JS Tatengkeng.
Lalu, masihkah dapat disebut menulis puisi itu gampang? Ada yang menjawab, tergantung kata hati. Ada juga yang menyebut, tanyakan daun-daun yang berguguran. Bahkan, ada pendapat lebih ekstrem, tanyakan pejabat atau konglomerat yang getol bikin puisi, lalu menerbitkan seabrek buku puisi (persis album rekaman dangdut) dan membuat album dangdut puisi atau puisi dangdut yang dipasarkan door to door dengan pelbagai alasan sosial, kemanusiaan dan pengabdian. Ayo, siapa ikut bergoyang puisi?
----------------------------------------------------
KREDO PUISI DARI SUTARDJI
Sutardji Calzoum Bachri
Bandung, 30 Maret 1973
Kata-kata bukanlah alat mengantarkan pengertian. Dia bukan seperti pipa yang menyalurkan air. Kata adalah pengertian itu sendiri. Dia bebas.
Kalau diumpamakan dengan kursi, kata adalah kursi itu sendiri dan bukan alat untuk duduk. Kalau diumpamakan dengan pisau, dia adalah pisau itu sendiri dan bukan alat untuk memotong atau menikam.
Dalam kesehari-harian kata cenderung dipergunakan sebagai alat untuk menyampaikan pengertian. Dianggap sebagai pesuruh untuk menyampaikan pengertian. Dan dilupakan kedudukannya yang merdeka sebagai pengertian.
Dalam puisi saya, saya bebaskan kata-kata dari tradisi lapuk yang membelenggunya seperti kamus dan penjajahan-penjajahan lain seperti moral kata yang dibebankan masyarakat pada kata tertentu dengan dianggap kotor(obscene) serta penjajahan gramatika.
Bila kata dibebaskan, kreatifitaspun dimungkinkan. Karena kata-kata bisa menciptakan dirinya sendiri, bermain dengan dirinya sendiri, dan menentukan kemauan dirinya sendiri. Pendadakan yang kreatif bisa timbul, karena kata yang biasanya dianggap berfungsi sebagai penyalur pengertian, tiba-tiba, karena kebebasannya bisa menyungsang terhadap fungsinya. Maka timbullah hal-hal yang tak terduga sebelumnya, yang kreatif.
Dalam (penciptaan) puisi saya, kata-kata saya biarkan bebas. dalam gairahnya karena telah menemukan kebebasan, kata-kata meloncat-loncat dan menari diatas kertas, mabuk dan menelanjangi dirinya sendiri, mundar-mandir dan berkali-kali menunjukkan muka dan belakangnya yang mungkin sama atau tak sama, membelah dirinya dengan bebas, menyatukan dirinya sendiri dengan yang lain untuk memperkuat dirinya, membalik atau menyungsangkan sendiri dirinya dengan bebas, saling bertentangan sendiri satu sama lainnya karena mereka bebas berbuat semaunya atau bila perlu membunuh dirinya sendiri untuk menunjukkan dirinya bisa menolak dan berontak terhadap pengertian yang ingin dibebankan kepadanya.
Sebagai penyair saya hanya menjaga--sepanjang tidak mengganggu kebebasannya-- agar kehadirannya yang bebas sebagai pembentuk pengertiannya sendiri, bisa mendapatkan aksentuasi yang maksimal.
Menulis puisi bagi saya adalah membebaskan kata-kata, yang berarti mengembalikan kata pada awal mulanya. Pada mulanya adalah Kata.
Dan kata pertama adalah mantera. Maka menulis puisi bagi saya adalah mengembalikan kata kepada mantera.
----------------------------------------------------
LIMA TAHAP PROSES PENULISAN PUISI
Sumber: www.kapasitor.com
Sampai saat ini, barangkali berjuta puisi telah dituliskan, baik yang dipublikasikan di buku, di koran, di internet, maupun yang masih tetap mengendap di tangan penulis atau bahkan sudah hilang, entah ke mana rimbanya.
Berbagai ragam tema bahasan juga pernah diungkapkan lewat puisi, mulai dari kehidupan sehari-hari, budaya, sains, politik dan tentu saja tentang cinta yang banyak sekali ditemukan, khususnya puisi yang dituliskan oleh kaum remaja.
Tentu, puisi-puisi ini dilahirkan dari berbagai macam proses kelahiran. Sebenarnya, jika dicermati, menurut pengalaman, puisi itu merupakan ungkapan kata bermakna yang dihasilkan dari berbagai macam proses kelahiran masing-masing.
Proses kelahiran ini ada beberapa tahap, antara lain :
1. TAHAP MENGUNGKAPKAN FAKTA DIRI
Puisi pada tahap ini, biasanya lahir berdasarkan observasi pada sekitar diri sendiri, terutama pada faktor fisik. Misalnya pada saat berkaca, akan lahir puisi :

Lelaki ganteng
kau memang ganteng
berkulit legam bukan berarti hitam
berambut ikal bukan berarti
tak bisa diluruskan
bisa, walau tak terlalu lama

2. TAHAP MENGUNGKAPKAN RASA DIRI
Pada tahap ini akan lahir puisi yang mampu mengungkapkan rasa atau perasaan diri sendiri atas obyek yang bersinggungan atau berinteraksi. Perasaan yang terungkap bisa berupa sedih, senang, benci, cinta, patah hati, dan lain-lain, misalnya tatkala melihat meja, akan bisa lahir puisi :

Mejaku sayang
kakimu menghunjam,
luruh rapuh termakan usia,
takmampu kuganti yang baru,
ribuan puisi telah lahir dari dadamu
ku kan selalu sayang pada mu, sahabatku

3. TAHAP MENGUNGKAPKAN FAKTA OBYEK LAIN
Pada tahap ini puisi dilahirkan berdasarkan fakta-fakta di luar diri dan dituliskan begitu saja apa adanya, tanpa tambahan kata bersayap atau metafora, misalnya tatkala melihat meja, kemudian muncul gagasan untuk menulis puisi :

Meja tulis,
kakimu empat,
tanpa kuping tanpa mata.
hanya kayu persegi empat

Tatkala mendengar lagu, akan terlulis puisi :
Nyanyian Rindu,
lagu yang bagus,
suara yang merdu
penyanyinya muda belia

4. TAHAP MENGUNGKAPKAN RASA OBYEK LAIN
Pada tahap ini penulis puisi mencoba berusaha mengungkapkan perasaan suatu obyek, baik perasaan orang lain maupun benda-benda di sekitarnya yang seolah-olah menjelma menjadi manusia. Misalnya tatkala melihat orang muda bersandar di bawah pohon rindang, dapat terlahir puisi seperti di bawah ini.

Semilir Damai
sepoi kantuk memberat
kekar tangan berpeluh kering
ranting menjuntai gembira ria
menghibur yang berdamai santai
mengembara terlena mimpi yang fana

5. TAHAP MENGUNGKAPKAN KEHADIRAN YANG BELUM HADIR
Pada tahap ini puisi sudah merupakan hasil kristalisasi yang sangat mendalam atas segala fakta, rasa dan analisa menuju jangkauan yang bersifat lintas ruang dan waktu, menuju kejadian di masa depan. Mengungkapkan Kehadiran yang belum hadir artinya melalui media puisi, puisi dipandang mampu untuk menyampaikan gagasan dalam menghadirkan yang belum hadir, yaitu sesuatu hal yang pengungkapannya hanya bisa melalui puisi, tidak dengan yang lain. Misalnya cita-cita anak manusia, budaya dan gaya hidup masyarakat di masa depan, dan lain-lain. Salah satu contoh yang menarik adalah lahirnya puisi paling tegas dari para pemuda Indonesia, tanggal 28 Oktober 1928 di Jakarta, atas prakarsa Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI), dalam:

SOEMPAH PEMUDA
PERTAMA. Kami Poetera dan Poeteri Indonesia,
Mengakoe Bertoempah Darah Jang Satoe, Tanah Indonesia.

KEDOEA. Kami Poetera dan Poeteri Indonesia,
Mengakoe Berbangsa Jang Satoe, Bangsa Indonesia.

KETIGA. Kami Poetera dan Poeteri Indonesia,
Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean, Bahasa Indonesia.


Begitulah kira-kira bunyi sumpah pemuda kala itu. Saat Sumpah pemuda yang berbentuk puisi ini diikrarkan, bangsa Indonesia masih tersekat-sekat dalam kebanggaan masing-masing suku, ras dan bahasa serta masih dijajah oleh kolonial Belanda. Melalui Puisi Sumpah Pemuda, lambat laun terjadi pencerahan pada seluruh komponen bangsa akan pentingnya persatuan, sehingga jiwa persatuan itu sanggup dihadirkan di dalam setiap individu bangsa Indonesia, meskipun kemerdekaan dan persatuan belum terwujud. Dan menunggu sampai dengan di raihnya kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945.

Begitulah kira-kira tahapan proses lahirnya puisi, Dan puisi kita sudah sampai pada tahap yang mana?


http://duniapuisi.110mb.com

Tugas Presentasi Kelompok Bahasa Indonesia

TUGAS BAHASA INDONESIA

 (DIKSI)

 
Hadi Windrawan

Muhamad Rohmadoni

Violita

Yuli Yanti

  
UNIVERSITAS GUNADARMA

 A. Pilihan Kata
Pilihan kata atau diksi adalah pemilihan kata – kata yang sesuai dengan apa yang hendak kita ungkapkan.

Saat kita berbicara, kadang kita tidak sadar dengan kata – kata yang kita gunakan. Maka dari itu, tidak jarang orang yang kita ajak berbicara salah menangkap maksud pembicaraan kita.

Dari buku yang saya baca (Gorys Keraf : DIKSI DAN GAYA BAHASA (2002), hal. 24) dituliskan beberapa point – point penting tentang diksi, yaitu :
• Plilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata – kata mana yang harus dipakai untuk mencapai suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata – kata yang tepat atau menggunakan ungkapan – ungkapan, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi.
• Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa – nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.
• Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasa sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud pembendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki suatu bahasa.

B. KATA – KATA ILMIAH
Dalam kehidupan sehari-hari, kita tentu saja sudah sangat sering mendengar kata ilmiah. Kata ilmiah seringkali dihubungkan dengan bidang pendidikan atau hal-hal yang berbau ilmu pengetahuan.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, kata ilmiah memiliki arti bersifat ilmu; secara ilmu pengetahuan; memenuhi syarat (kaidah) ilmu pengetahuan. Namun, pengertian dari kata ilmiah itu sendiri tidak lantas menjelaskan keilmiahan dari sebuah karya atau kegiatan yang bersifat ilmiah. Untuk mengukur keilmiahan suatu karya atau kegiatan perlu ada tolok ukur.

C. PEMBENTUKAN ISTILAH DAN DEFINISI
Istilah adalah kata atau frasa yang dipakai sebagai nama atau lambang dan yang dengan cermat mengungkpakan makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Syarat istilah yang baik :
¡ Paling tepat mengungkapkan konsep yang dimaksud,
¡ Paling singkat di antara pilihan yang ada,
¡ Bernilai rasa (konotasi) baik,
¡ Sedap di dengar (eufonik)
¡ Bentunya seturut kaidah bahasa Indonesia.

Yang perlu disoroti dalam bab ini adalah bahwa dalam membuat suatu definisi atau batasan pengertian yang baik harus mendasarkan pada teknik peraturan perundangundangan dan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Secara umum, definisi dibagi menjadi dua bagian, yaitu definisi nominal (suatu persamaan kata yang tepat digunakan) dan definisi formal (definisi logis atau riel).
Definisi nominal digunakan untuk halhal yang sifatnya praktis dengan tujuan mempermudah pemahaman. Ada beberapa macam definisi nominal, misalnya, sinonim atau persamaan makna, definisi kamus atau penunjukan klas terhadap suatu benda atau barang, etimologi kata atau penggunaan kata asing yang memerlukan penjelasan yang tepat dan persis dalam bahasa Indonesia, stipulatif atau suatu batasan kata yang tidak ditafsirkan lain (misalnya Menteri adalah Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia), dan antonim atau penyangkalan (misalnya orang mati adalah orang yang tidak hidup).
Khusus untuk etimologi kata, kita harus mengartikan suatu kata asing sesuai dengan asal kata asingnya. Pengertian “yurisdiksi” misalnya, yang terdiri dari juris (jus) = hukum dan diksi (dicere) = berkata, dapat diartikan orang tidak boleh bicara di sini melainkan di tempat lain, yang mengandung maksud lingkup kuasa pengadilan, atau lingkungan hak dan kewajiban serta tanggung jawab di suatu wilayah, atau lingkungan kerja tertentu.
Definisi formal yang juga disebut sebagai definisi logis atau ilmiah yang sebagian besar digunakan dalam membuat batasan atau pengertian dalam peraturan perundangundangan, dalam pembuatannya perlu memperhatikan syaratsyarat di bawah ini :
1) Ekuivalen
Definisi yang dibuat harus dapat diuji melalui konverbilitas atau dapat dipertukarkan satu sama lain antara yang didefinisikan (definiendum) dan yang mendefinisikan (definiens). A = B dan B = A. Jika A dan B dapat dibuktikan sama dan dapat dipertukarkan, maka ini merupakan definisi yang baik. Jika tidak dapat dipertukarkan, maka definisi tersebut hanya merupakan pernyataan. Contoh : Nenas adalah buah yang rasanya asam. Jika dibalik atau dipertukarkan, maka berbunyi: Buah yang rasanya asam adalah nenas. Apakah secara logika definisi ini betul? Jika tidak, maka contoh di atas hanya merupakan pernyataan.

2) Paralel
Dalam membuat suatu definisi, hindarkan adanya penggunaan katakata dalam definiens, misalnya kata atau frasa: jika, apabila, kalau, jikalau, di mana, untuk apa, kepada siapa, dll. karena definiens dapat mengandung syarat atau pengandaian yang dapat menimbulkan ketidakpastian definisi, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kepastian hukum.

3) Pengulangan Kata Definiens
Hindari adanya pengulangan kata yang sama yang ada dalam definiendum. Misalnya, Ilmu Hukum, kata “ilmu” dan “hukum” harus didefinisikan sebagai “Pengetahuan mengenai normanorma yang mengatur tingkah laku yang disusun berdasarkan sistimatika yang teratur”. Jadi bukan “Ilmu yang mempelajari tentang hukum”
Definisi “sosiologi”, misalnya, kurang baik jika logi tidak didefinisikan atau Definisi kadangkadang logi dipadankan dengan kata “ilmu”. Jadi logi atau ilmu harus pula didefinisikan.
4) Negatif
Hindari adanya definiens yang negatif, dalam arti menggunakan kata seperti: bukan, tidak, non, dslb., kecuali terhadap klasklas yang mempunyai sifat dekotomi atau yang disangkal ciri deferensialnya dan bukan anggotanya.

Kurang benar jika kita mengatakan bahwa “Manusia adalah bukan binatang”. Bandingkan jika ada definisi yang menyatakan bahwa “Yatim Piatu adalah seorang anak yang tidak mempunyai ayah dan ibu”. Contoh terakhir ini salah satu pengecualian penyangkalan ciri deferensialnya dan hal ini tidak bisa dihindari untuk tidak menggunakan kata negatif.
Sebagai pedoman yang terpenting dalam pembentukan definisi adalah bahwa dalam mendefinisikan suatu kata yang akan dibatasi, hindari adanya definisi yang berjejal atau definisi yang di dalamnya mengandung norma.

Contoh : Bus adalah kendaraan umum yang mempunyai paling sedikit enam roda dan dalam kendaraan harus disediakan oleh karoseri atau pembuat kendaraan bus sebanyak dua puluh empat tempat duduk, termasuk tempat duduk pengemudi.

Kata “harus” yang ditujukan kepada karoseri di atas adalah suatu norma. Jadi, jika ada suruhan kepada seseorang atau warga, maka suruhan tersebut harus dituangkan dalam materi yang diatur, bukan di dalam batasan pengertian atau definisi

D. KATA SERAPAN
Kata serapan adalah kata yang berasal dari bahasa asing yang sudah diintegrasikan ke dalam suatu bahasa dan diterima pemakaiannya secara umum.
Contoh kata serapan dalam bahasa Indonesia adalah:
• tetapi (dari bahasa Sansekerta tathâpi: namun itulah)
• mungkin (dari bahasa Arab mumkinun: ?)
• meski (dari bahasa Portugis mas que: walau)
Penyerapan kata dari bahasa Cina sampai sekarang masih terjadi di bidang pariboga termasuk bahasa Jepang yang agaknya juga potensial menjadi sumber penyerapan.
Di antara penutur bahasa Indonesia beranggapan bahwa bahasa Sanskerta yang sudah ’mati’ itu merupakan sesuatu yang bernilai tinggi dan klasik. Alasan itulah yang menjadi pendorong penghidupan kembali bahasa tersebut. Kata – kata Sanskerta sering diserap dari sumber yang tidak langsung, yaitu Jawa Kuna. Sistem morfologi bahasa Jawa Kuna lebih dekat kepada bahasa Melayu. Kata – kata yang berasal dari bahasa Sanskerta-Jawa Kuna misalnya acara, bahtera, cakrawala, darma, gapura, jaksa, kerja, lambat, menteri, perkasa, sangsi, tatkala, dan wanita.
Bahasa Arab menjadi sumber serapan ungkapan, terutama dalam bidang agama Islam. Kata rela (senang hati) dan korban (yang menderita akibat suatu kejadian), misalnya, yang sudah disesuaikan lafalnya ke dalam bahasa Melayu pada zamannya dan yang kemudian juga mengalami pergeseran makna, masing-masing adalah kata yang seasal dengan rida (perkenan) dan kurban (persembahan kepada Tuhan). Dua kata terakhir berkaitan dengan konsep keagamaan. Ia umumnya dipelihara betul sehingga makna (kadang-kadang juga bentuknya) cenderung tidak mengalami perubahan.
Sebelum Ch. A. van Ophuijsen menerbitkan sistem ejaan untuk bahasa Melayu pada tahun 1910, cara menulis tidak menjadi pertimbangan penyesuaiankata serapan . Umumnya kata serapan disesuaikan pada lafalnya saja.
Meski kontak budaya dengan penutur bahasa – bahasa itu berkesan silih berganti, proses penyerapan itu ada kalanya pada kurun waktu yang tmpang tindih sehingga orang-orang dapat mengenali suatu kata serapan berasal dari bahasa yang mereka kenal saja, misalnya pompa dan kapten sebagai serapan dari bahasa Portugis, Belanda, atau Inggris. Kata alkohol yang sebenar asalnya dari bahasa Arab, tetapi sebagian besar orang agaknya mengenal kata itu berasal dari nahasa Belanda.
Kata serapan dari bahasa Inggris ke dalam kosa kata Indonesia umumnya terjadi pada zaman kemerdekaan Indonesia, namun ada juga kata – kata Inggris yang sudah dikenal, diserap, dan disesuaikan pelafalannya ke dalam bahasa Melayu sejak zaman Belanda yang pada saat Inggris berkoloni di Indonesia antara masa kolonialisme Belanda. Kata –kata itu seperti kalar, sepanar, dan wesket. Juga badminton, kiper, gol, bridge.
Sesudah Indonesia merdeka, pengaruh bahasa Belanda mula surut sehingga kata – kata serapan yang sebetulnya berasal dari bahasa Belanda sumbernya tidak disadari betul. Bahkan sampai dengan sekarang yang lebih dikenal adalah bahasa Inggris.

E. HAL-HAL YANG MEMPENGARUHI PILIHAN KATA
• Sebelum menentukan pilihan kata, penulis harus memperhatikan dua hal pokok, yakni: masalah makna dan relasi makna.
• Makna sebuah kata atau sebuah kalimat merupakan makna yang tidak selalu berdiri sendiri. Adapun makna menurut (Chaer, 1994: 60) terbagi atas beberapa kelompok yaitu:
a. Makna Leksikal dan makna Gramatikal
b. Makna Referensial dan Nonreferensial
c. Makna Denotatif dan Konotatif
d. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
e. Makna Kata dan Makna Istilah
f. Makna Idiomatikal dan Peribahasa
g. Makna Kias dan Lugas
• Relasi adalah hubungan makna yang menyangkut hal kesamaan makna (sinonim), kebalikan makna (antonim), kegandaan makna (polisemi dan ambiguitas), ketercakupan makna (hiponimi), kelainan makna (homonimi), kelebihan makna (redundansi) dan sebagainya.
• Adapun relasi makna terbagi atas beberapa kelompok yaitu :
a. Kesamaan Makna (Sinonim)
b. Kebalikan Makna (Antonim)
c. Kegandaan Makna (Polisemi dan Ambiguitas)
d. Ketercakupan Makna (Hiponimi)
e. Kelebihan Makna (Redundansi)

Agar usaha mendayagunakan teknik penceritaan yang menarik lewat pilihan kata maka diksi yang baik harus:
- Tepat memilih kata untuk mengungkapkan gagasan atau hal yang ‘diamanatkan’
- Diperlukan kemampuan untuk membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa pembacanya.
- Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya mungkin kalau penulis dan pengarang menguasai sejumlah kosa kata (perbendaharaan kata) yang dimiliki masyarakat bahasanya, serta mampu menggerakkan dan mendayagunakan kekayaannya itu menjadi jarring-jaring kalimat yang jelas dan efektif.
Contoh Diksi dalam Iklan :
- Anda Pernah dengar ”Kalimat Sejuta Umat” ?
- ”Kalimat Sejuta Umat” juga berarti suatu trademark yang dikeluarkan oleh suatu individu, yang pada akhirnya diikuti oleh individu atau kelompok lain.
- ”Kalimat Sejuta Umat” tidak sama dengan kutipan atau Quote, meski adakalanya sejenis.
- ”Kalimat Sejuta Umat” ada karena wabah dan tren yang terjadi sehingga dalam segelintir kasus, penyebarnya seringkali anonymous.
- Bahkan dapat dibilang bahwa kata-kata tersebut beredar dalam kelas sosial tertentu dengan intensitas yang tinggi, bisa jadi karena tren semusim, yang besok-besok mungkin sudah tersapu oleh waktu.
- Susunan kata-katapun seperti itu pun ada yang bertolak menjadi sebuah mainstream.

Fakta yang ada di sekitar lingkungan kita adalah :
“Aku suka kamu !
Aku Cinta banget sama kamu !
Mau nggak kamu jadi pacar aku ?!
Soal aku jatuh hati banget sama kamu !”
• Adalah kalimat yang sering dilontarkan oleh remaja-remaja yang sedang mabuk kepayang. Biasanya diucapkan di berbagai reality show sejenis, atau malah hanya ketika seorang Adam “menembak jatuh” seorang Hawa.
• Ah, ada kalanya juga kombinasi kalimat ini disertai dengan puisi atau 99 tangkai mawar.

“Aku mau bunuh diri aja !”
“Aku mau kabur dari rumah saja !”
• Kalau kalimat model ini sering diucapkan di sinetron-sinetron tak kala seorang individu berusaha untuk memaksakan pendapatnya melalui cara yang tidak berperikemanusiaan.
• Alasannya mungkin karena dunia atau Tuhan yang dianggap tidak adil, atau hanya karena perlakuan orang lain tidak sesuai kepada dirinya, atau karena memasang harga diri terlalu tinggi.
• Tapi akhir – akhir ini sering diterapkan oleh segelintir manusia di dunia nyata.

“Kami berada di jalan Allah ! Allahuakbar !“
• Merasa organisasi Anda berada dalam jalan yang paling nomor satu ? Gunakan ini.
• Kadang kala pas apabila formatnya sbb:
“[Nama aliran] itu sungguh berada dalam jalan yang sesat !!!”
(juga dimasukkan, demi menambah bumbu kerusakan)

“Hanya kami yang bisa begini“
• Sebenarnya mirip seperti penjual nama organisasi di atas, hanya saja yang dijualnya itu sebuah produk.

“*Sesuai dengan Ketentuan yang berlaku.”
“*Rules may Apply”
“*Syarat dan Ketentuan Berlaku”
• Adalah kalimat sakit mandraguna yang akan dipakai oleh orangorang ketika mereka sedang menggembar – gemborkan produk mereka.

“Hanya 1 Rupiah !!!!”
• diikuti tanda bintang mungkin adalah jurus yang diharapkan dapat membuat mangsa tertipu.

Parahnya lagi, Pemerintah pun ikut2an latah:
“Merokok dapat Menyebabkan Kanker, Serangan Jantung, Impotensi, dan Gangguan Kehamilan dan Janin“
• Ini adalah suatu kalimat yang tadinya diharapkan oleh pemerintah dapat menanggulangi keberadaan perokok. Akan tetapi karena nilai cukai yang ditawarkan produsen rokok mencapai 9 trilyun.
• Kata – kata ini terkesan kurang optimal.

“Dia kan orang miskin? Ga pantes buat kamu”
Berarti :
• Yang mengucapkan itu ”tidak suka orang kere ?!!!”
• Mitra bicara orang itu pun ”dipaksa” menerima asumsi pembicara bahwa ”tertuduh” adalah sosok ”begundal” atau ”gelandangan”
• Yang mengucapkan juga tidak akan merestui kalau anak atau saudaranya menikah dengan ”orang kere”
• Itulah sekilas makna di balik sebuah pilihan kata

“Kita ? Elo aja kalee’, gua sih enggak!”
(trus dilanjutkan dg siul-siul)
Maknanya:
• Jangan berharap bisa bergabung dengan lawan bicara seperti ini apalagi kalau dia sudah mengeluarkan statement di atas !
• Mungkin si pembicara adalah sosok yang gensinya gedhe buanget.

Kalau Cinta Laura sedang berkata:
“Udah ujhan, bechek, ga ada ojhek…”
• Maka diksi itu pun akan menjadi sebuah sensasi yang luar biasa.

Contoh lain :
• Dalam dunia Broadcasting, tidak ada seorangpun yang mampu dengan jelas mendengar sebuah kalimat yang terdiri lebih dari 20 kata
• So, naskah siaran dan berita yang kita buat harus ringkas dan ramping – KISS (Keep It Short and Simple).
• Sebelum menulis kita memikirkan gagasan atau ide secara utuh. Teknisnya, mulailah dengan membuat catatan ide, ketahui dan pahami cerita dan peristiwanya, pikirkan, katakan dan tuliskan.
• Pada saat memikirkan ide tulisan, kita dpt membayangkan seperti akan bercerita kepada seseorang yang kita kenal yang sedang berada di hadapan kita. Sampaikanlah sesuatu yang akan kita ceritakan dan tuliskan persis seperti kita bercerita.

Tips-tips :
• ”Ringkaslah kalimat yang akan disampaikan, jangan boros kata2”
Bukan: Menteri keuangan menyatakan akibat dari langkah tersebut ialah akan meningkatnya kondisi keuangan sektor swasta dan memberikan peningkatan terhadap kepercayaan bisnis dan masyarakat secara umum
Tetapi: Menteri keuangan mengatakan, langkah-langkah itu akan membantu keuangan sektor swasta
• ”Hindari pengulangan kata yang tidak perlu”
contoh: rencana yang akan datang, alasannya karena, ramai berbondong-bondong, maju ke depan, mundur ke belakang, peristiwa lalu yang telah dilewati dan sebagainya.
• ”Hindari penggunaan anak kalimat
Bahasa radio adalah bahasa tutur sehari-hari. Dalam berbicara, kita jarang menggunakan anak kalimat. Jika menemukan anak kalimat, pecahlah menjadi beberapa kalimat. Semakin sederhana struktur kalimat, akan semakin baik”.
Bukan: Rumania yang gaungnya mulai tenggelam sejak ditinggalkan Gheorge Hagi, siap mengalahkan tim manapun di Euro 2008 ini.
Tetapi: Sejak ditinggalkan Gheorge Hagi, gaung Rumania seperti tenggelam. Namun, Rumania tetap bertekad mengalahkan tim manapun di Euro 2008 ini.
• “Hindari mendahulukan kata kerja”
Bukan: Menuntut presiden SBY membubarkan Ahmadiyah, demonstran dalam gelombang besar berunjuk rasa di depan Istana Negara.
Tetapi: Demonstran berunjuk rasa di depan Istana Negara, menuntut pembubaran Ahmadiyah.
• “Jangan menempatkan ‘kata kerja penting’ di akhir kalimat, karena pembaca berita biasanya menurunkan suaranya di akhir kalimat. Jika hal ini terjadi, makna kata kunci tadi akan hilang”.
Bukan: Demonstran berunjuk rasa di depan Istana Negara, menuntut Ahmadiyah dibubarkan.
Tetapi: Demonstran berunjuk rasa di depan Istana Negara, menuntut pembubaran Ahmadiyah.

Makna Leksikal dan makna Gramatikal
• Makna Leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, sesuai dengan hasil observasi alat indera atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita.
Contoh: Kata tikus, makna leksikalnya adalah binatang yang menyebabkan timbulnya penyakit (Tikus itu mati diterkam kucing).
• Makna Gramatikal adalah untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal, untuk menyatakan makna jamak bahasa Indonesia, menggunakan proses reduplikasi seperti kata: buku yang bermakna “sebuah buku,” menjadi buku-buku yang bermakna “‘ banyak buku.”

Makna Referensial dan Nonreferensial
• Makna referensial dan nonreferensial perbedaannya adalah berdasarkan ada tidaknya referen dari kata-kata itu. Maka kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu
• Kata bermakna referensial, kalau mempunyai referen, sedangkan kata bermakna nonreferensial kalau tidak memiliki referen.
Contoh: Kata meja dan kursi (bermakna referen). Kata karena dan tetapi (bermakna nonreferensial).

Makna Denotatif dan Konotatif
• Makna denotatif adalah makna asli, makna asal atau makna sebenarnya yang dimiliki sebuah leksem.
Contoh: Kata kurus, bermakna denotatif keadaan tubuhnya yang lebih kecil dan ukuran badannya normal.
• Makna konotatif adalah makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rasa orang atau kelompok orang yang menggunakan kata tersebut.
Contoh: Kata kurus pada contoh di atas bermakna konotatif netral, artinya tidak memiliki nilai rasa yang mengenakkan, tetapi kata ramping bersinonim dengan kata kurus itu memiliki konotatif positif, nilai yang mengenakkan. Orang akan senang bila dikatakan ramping.

Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
• Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apapun.
Contoh: Kata kuda memiliki makna konseptual “sejenis binatang berkaki empat yang bisa dikendarai”.
• Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan suatu yang berada di luar bahasa .
Contoh: Kata melati berasosiasi dengan suatu yang suci atau kesucian. Kata merah berasosiasi berani atau paham komunis.

Makna Kata dan Makna Istilah
• Makna kata, walaupun secara sinkronis tidak berubah, tetapi karena berbagai faktor dalam kehidupan dapat menjadi bersifat umum. Makna kata itu baru menjadi jelas kalau sudah digunakan dalam suatu kalimat.
Contoh: Kata tahanan, bermakna orang yang ditahan,tapi bisa juga hasil perbuatan menahan. Kata air, bermakna air yang berada di sumur, di gelas, di bak mandi atau air hujan.
• Makna istilah memiliki makna yang tetap dan pasti. Ketetapan dan kepastian makna istilah itu karena istilah itu hanya digunakan dalam bidang kegiatan atau keilmuan tertentu.
Contoh: Kata tahanan di atas masih bersifat umum, istilah di bidang hukum, kata tahanan itu sudah pasti orang yang ditahan sehubungan suatu perkara.

Makna Idiomatikal dan Peribahasa
• Yang dimaksud dengan idiom adalah satuan-satuan bahasa (ada berupa baik kata, frase, maupun kalimat) maknanya tidak dapat diramalkan dari makna leksikal, baik unsur-unsurnya maupun makna gramatikal satuan-satuan tersebut.
Contoh: Kata ketakutan, kesedihan, keberanian, dan kebimbangan memiliki makna hal yang disebut makna dasar, Kata rumah kayu bermakna, rumah yang terbuat dari kayu.
• Makna pribahasa bersifat memperbandingkan atau mengumpamakan, maka lazim juga disebut dengan nama perumpamaan.
Contoh: Bagai, bak, laksana dan umpama lazim digunakan dalam peribahasa.
Makna Kias dan Lugas
• Makna kias adalah kata, frase dan kalimat yang tidak merujuk pada arti sebenarnya.
Contoh: Putri malam, bermakna bulan
Raja siang, bermakna matahari.

Kesamaan Makna (Sinonim)
• Sinonim adalah sebagai ungkapan (bisa berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan makna ungkapan lain.
Contoh:
Kata buruk dan jelek,
mati dan wafat,
bunga dan kembang

Kebalikan Makna (Antonim)
• Antonim adalah ungkapan (berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya dianggap kebalikan dari makna atau ungkapan lain.
Contoh:
Kata bagus berantonim dengan kata buruk;
kata besar berantonim dengan kata kecil.

Kegandaan Makna (Polisemi dan Ambiguitas)
• Polisemi adalah sebagai satuan bahasa (terutama kata atau frase) yang memiliki makna lebih dari satu.
Contoh: Kata kepala bermakna ; bagian tubuh dari leher ke atas, seperti terdapat pada manusia dan hewan, bagian dari suatu yang terletak di sebelah atas atau depan, seperti kepala susu, kepala meja,dan kepala kereta api, bagian dari suatu yang berbentuk bulat seperti kepala, kepala paku dan kepala jarum dan Iain-lain.
• Ambiguitas atau ketaksaan adalah sebagai kata yang bermakna ganda atau mendua arti. Konsep ini tidak salah, tetapi kurang tepat sebab tidak dapat dibedakan dengan polisemi.
Contoh: - Buku sejarah itu baru terbit
- Buku itu berisi sejarah zaman baru.

Ketercakupan Makna (Hiponimi)
• Hiponimi adalah sebagai ungkapan (berupa kata, frase atau kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna suatu ungkapan.
Contoh : kata tongkol adalah hiponim terhadap kata ikan, sebab makna tongkol termasuk makna ikan.

Kelebihan Makna (Redundansi)
• Redundansi dapat diartikan sebagai ‘berlebih-lebihan dalam pemakaian unsur segmental pada suatu bentuk ujaran’.
Contoh : Bola di tendang si Udin, maknanya tidak akan berubah bila dikatakan Bola ditendang oleh si Udin. Pemakaian kata oleh pada kalimat kedua dianggap sebagai suatu yang redundansi, yang berlebih- lebihan, dan sebenarnya tidak per